Aceh Besar (Kamis, 15/06/2023) – Isu disabilitas bukanlah isu baru di Indonesia. Meskipun harus diakui, banyak orang termasuk di kalangan pemerintah belum begitu memahami mengapa sekmen disabilitas ini penting untuk di arus utamakan ke dalam banyak aspek pembangunan. Hal itu disampaikan Kepala Bappeda Aceh Besar Rahmawati,S.Pd saat mengisi materi Workshop Lintas Sektoral untuk Pembangunan Inklusif Disabilitas di Aula Dekranasda Kabupaten Aceh Besar, Kecamatan Ingin Jaya, yang dihadiri oleh instansi terkait dan kelompok masyarakat.
Rahmawati mengatakan, saat ini sebanyak 21,84 juta orang atau sekitar 8,56% penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas, dan hampir setengahnya menyandang disabilitas ganda. Berdasarkan Data Konsilidasi bersih Semester I tahun 2022, jumlah penyandang yang sudah tercatat pada data base sebanyak 15.808 jiwa, laki-laki sebanyak 9.417 jiwa dan perempuan 6.391 jiwa. Jika dilihat bedasarkan jenis disabilitas antara lain: disabilitas mental/jiwa sebanyak 7.428 jiwa, disabilitas fisik/mental sebanyak 563 jiwa, disabilitas fisik 2.843 jiwa, disabilitas netra/buta 1.316 jiwa, disabilitas rungu sebanyak 2.318 jiwa, dan disabilitas lainnya sebanyak 1.340 jiwa. “Data tahun 2022 jumlah penyandang disabilitas di Aceh Besar mencapai 1.471 jiwa, terdiri dari anak-anak, remaja, dewasa, orang tua dan lansia” sebut Rahma.
Ia menjelaskan, aspek pembangunan inklusif yang terdiri atas aspek kesejahteraan, akses terhadap berbagai layanan publik, akses terhadap pekerjaan, keberdayaan diri, dan partisipasi pembangunan diakui sebagai hak-hak penyandang disabilitas. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembangunan inklusif hanya akan terwujud jika hak-hak tersebut terpenuhi. “Jika dipetakan, yang memiliki peranan strategis dalam mendorong pembangunan inklusif penyandang disabilitas di Indonesia terdiri atas Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, organisasi nonpemerintah (OPD dan non-OPD), pihak swasta, media massa, dan masyarakat” ujarnya.
Rahmawati juga mengatakan hak-hak orang dengan disabilitas sudah diatur dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas UNCRPD), yang kemudian diratifikasi atau diadopsi oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2011. Kemudian, beberapa tahun kemudian, lahirlah Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. “Hadirnya Undang-Undang ini adalah sebuah babak baru untuk memastikan bahwa negara hadir untuk melindugi segenap hak-hak penyandang disabilitas” terangnya.
Oleh karena itu, perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak disabilitas yang saat sedang diupayakan oleh pemerintah, didasarkan pada UNCRPD, Undang Undang No 8 2016, dan agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs). Kemudian di tingkat nasional sudah ada sejumlah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden yang merupakan turunan dari Undang Undang No 8 tahun 2016. “Bahkan, beberapa agenda Nasional seperti Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas (RAN-PD) sudah sampai ke Aceh. Saat ini Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas sedang dirumuskan oleh Bappeda Provinsi Aceh” tuturnya.
Sementara itu, Penjabat Bupati Aceh Besar Muhammad Iswanto,S.STP,MM yang diwakili oleh Staff Ahli bidang Pemerintah, Hukum dan Politik Anita,SKM,M.Kes menyampaikan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar sendiri telah melakukan beberapa upaya kongkrit untuk mendukung keterberdayaan disabilitas, diantaranya adalah program-program bantuan sosial memalui Dinas Sosial. Kemudian sejak tahun 2018, Pemerintah juga memperbolehkan dana-dana gampong dipergunakan untuk pemberdayaan penyandang disabilitas. “Ini kita atur di dalam peraturan Bupati tentang prioritas penggunaan dana gampong. Saya mendapatkan laporan sejumlah gampong di Aceh Besar sudah berupaya untuk mendukung keterberdayaan disabilitas, dengan memanfaatkan sumberdasya yang ada di masing-masing gampong. Ini sebuah kemajuan” katanya. “Upaya-upaya dilaksanakan oleh gampong ini sudah benar, dan sudah sesuai amanat undang-undang, dan agenda nasional dalam rangka pemerataan pembangunan, pengurangan kesenjangan dan pengentasan kemiskinan” sambung Anita.
Untuk masa yang akan datang, Pj Bupati berharap lebih banyak orang disabilitas di Aceh Besar yang memperloleh hak-hak mereka dengan lebih baik, misalnya dari sisi pendidikan dan keterampilan, kesehatan, tempat tinggal, perkerjaan dan penghidupan, dan hak- hak kunci lain yang dijamin oleh negara. “Oleh karena itu, saya pikir workshop ini adalah sebuah kesempatan yang baik untuk mendiskusikan apa yang sudah kita lakukan selama ini, dan apa yang bisa kita canangkan untuk masa yang akan datang. Saya melihat ada banyak kepala SKPK, kepala Badan dan Para camat yang hadir. Mari kita gunakan kesempatan ini untuk sama-sama mencari solusi untuk Aceh Besar yang lebih baik, terutama sekali dalam rangka pemenuhan hak disabilitas, dan untuk Aceh Besar yang lebih inklusif disabilitas” tuturnya.
Anita mengatakan, dalam kegiatan ini tidak hanya bicara terkait bantuan sosial atau bantuan modal, akan tetapi lebih layanan-layanan lain yang bisa kita berikan sesuai dengan tupoksi masing-masing SKPK, dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan Pemerintah Aceh Besar dan dukungan pihak swasta. “Oleh karena itu, kami mengapresiasi dan mengucapkan termakasih kepada pihak-pihak yang bekerja membangun Aceh Besar. Dalam kesempatan ini juga, kami mengucapkan terimakasih kepada Yayasan Forum Bangun Aceh atas kerjasama dan kontribusi dalam mendukung pembangunan Aceh Besar, bahkan sejak tahun 2005, melalui program pemberdayaan masyarakat dan pendidikan, termasuk untuk penyandang disabilitas” pungkasnya. (Muiz)